Saturday, June 11, 2011

perfect two part 2

2
BOGOR KOTA HUJAN

“Everybody have their own secret”

          “Ayah, aku ke Bogor ya!” teriak Cheri di minggu pagi yang cerah.
            Ayah keluar dari kamar dengan terburu-buru, seperti menahan Cheri untuk pergi ke Bogor. “ Mobil kamu mau ayah pinjemin ke om Surya. Jadi gak bisa kamu pake.”
            “Yaudah aku naik kereta aja di stasiun di kampus. Pergi ya, yah!!”
            Cheri akhirnya menaiki angkot menuju stasiun kereta di kampusnya. Tak terlalu memakan waktu banyak untuk sampai disana. Hari ini Cheri mau mengunjungi teman lamanya di Bogor. Hampir setiap tahun ia pergi ke Bogor, pada tanggal yang sama, bertemu dengan orang yang sama, dalam acara yang sama. Setelah sampai di dekat stasiun, Cheri harus menyebrangi jalan besar untuk bisa masuk ke stasiun. Ketika mau menyebrang, tiba-tiba sebuah mobil silver berhenti didepannya. Kaca jendela terbuka. Sesosok di kursi setir seperti mengenal Cheri, dan Cheri tampaknya mengenalnya juga. Pengendara mobil tersebut menawari tumpangan karena ia juga mau pergi ke tujuan yang sama, Bogor.
            Cheri menolaknya karena alasan tidak ingin merepotkan. Lagi pula Cheri merasa belum terlalu dekat dengan pengendara mobil tersebut.
            “Biar sekalian, Cher. Lumayan kan bareng gw. adem..”
            Cheri memotong, “gw naik ekonomi AC. Jadi adem juga.”
            “Yaudah sih mending bareng gw kan. lebih… aman. Masuk deh.”
            Cheri tetap menggeleng sama tersenyum menanggapi ajakan orang tersebut. Pengendara mobil tersebut melepaskan sitbeltnya dan membukakan pintu mobil untuk Cheri dari dalam.
            “Temenin temenlah, lumayan 1 jam sendirian garing juga.”
            “Lo yang maksa yah, Bi. Bukan gw yang minta.”
            Albi mengacungkan jempolnya kea rah Cheri. Cheri akhirnya masuk ke dalam mobil dan mobil pun bergerak menuju tol arah Bogor. Cheri menyempatkan membeli buah tangan untuk orang yang akan ditemuinya. Keduanya melanjutkan perjalanan ke perumahan bukit cimanggu city. Disana Cheri janjian dengan seseorang. Albi berceria ke Cheri kalau dia juga mempunyai saudara yang tinggal di komplek tersebut.
            “Jangan-jangan sepupu gw temen lo itu, hahaha.” Albi tertawa terbahak-bahak. Baginya hal tersebut hanyalah ada di sinetron. Sedangkan Cheri hanya tersenyum melihat Albi yang begitu terbahak-bahak tertawanya.
            Mereka sampai di depan sebuah rumah di blok k perumahan bukit cimanggu city. Cheri menelfon orang yang akan dia temui di rumah tersebut. Tak lama setelah dia menelfon, orang yang dimaksud keluar dan membukakan gerbang. Cheri keluar dari mobil untuk menemuinya. Albi melihat orang tersebut dari dalam mobil. Dan ia terdiam.
            “Kayakanya gw kenal deh mobil ini,” ucap pemilik rumah setelah menyambut Cheri.
            Ia membuka pintu depan dan menemukan sesosok yang ia kenal sedang menempelkan jidatnya ke setir mobil. Albi terbangun dan menoleh ke kiri. Ia tersenyum lebar. Albi mematikan mobil dan keluar lalu menyapa pemilik rumah. Albi memeluknya sambil berkata, “Abang my bro!! long time no see!!”
            Cheri kebingungan melihat kedua orang yang saling kenal tersebut. Abang adalah teman SMP Cheri ketika di Bogor, dan Abang juga adalah sepupu Albi. Ibunya Abang adalah adik ayahnya Albi. Abang bukanlah sebutan untuk kakak, Abang adalah nama pemilik rumah tersebut. Abang berumur sama dengan Cheri, 1 tahun lebih muda dari Albi.
            “Kok bisa bareng?” tanya Abang ke Cheri dan Albi.
            “Dia temen gw. beda fakultas, tapi satu kampus. Tadi ketemu di stasiun gw ajak bareng aja, eeehh ternyata temen lo.” Albi masih tidak percaya kalau apa yang dia pikir hanya ada di sinetron beneran terjadi di dunia nyata.
            “Si akang kasep meunika sukses ti Jakarta. Eta mobilnya meunika bagus pisan.”
            “Atuh Abang sundanya masih aja kentel. Kan kuliah udah gak di Bogor.” Ucap Albi.
            “Kan tinggalnya masih di Bogor. Atuh hayu masuk ke dalem.”
            Cheri membantu Abang membuatkan minuman untuk mereka bertiga. Albi melihat Cheri seperti sudah biasa ke rumah Abang. Cheri tak banyak berbicara ketika ketiganya telah duduk bersama di ruang tamu. Albi dan Abang menceritakan banyak kejadian dalam hidupnya. Mereka berdua sudah lama tidak bertemu. Terakhir bertemu ketika Abang baru masuk SMA di Jakarta. Mereka tak hanya jarang bertemu, tetapi juga jarang berkomunikasi. Padahal Albi dan Abang sangat dekat ketika mereka masih kecil dulu.
            “Ke rumah eyang teu?” tanya Abang yang disambut dengan diam oleh Albi. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Albi. “Atuh dateng aja. Eyang pasti seneng ngeliat lo yang udah sukses gini, kasep pula.”
            Albi tertawa kecil. Ia menggeleng. “Eeeh terus mau ngapain ke Bogor?” logat sunda begitu jelas terasa dari setiap ucapan Abang.  Logat tersebut terkadang membuat Albi tertawa pelan.
            “Niatnya mau ke rumah eyang, tapi gw gak enak. Udah bertahun-tahun gak dateng ke ulang tahun eyang.”
            “Yaelah kang nyantai aja.” Abang menoleh kea rah Cheri dan memberikan senyuman. “Berangkat sekarang yuk. Telat gak enak sama eyang.”
            Mereka bertiga berpisah kendaraan. Cheri tetap bersama Albi, sedangkan Abang membawa mobil sendiri. Abang harus menjemput saudaranya yang lain karena eyang minta semua cucunya dateng. Cheri dan Albi langsung ke rumah eyang, mereka berpisah dengan Abang. Cheri menunjukan arah jalan ke rumah eyang karena Albi tidak begitu hafal.
            Cheri masih kaget mengetahui Albi adalah sepupu Abang dan cucu eyang. Ini adalah keli ke-enamnya datang ke ulangtahun eyang dan sebelumnya belum pernah melihat Albi. Tak banyak pembicaraan terjadi sepenjang perjalanan menuju rumah eyang. Cheri dan Albi memutuskan untuk diam dan hanya bicara jika perlu.
Albi dan Cheri masuk ke rumah eyang. Albi menundukan kepalanya. Cheri melihat raut wajah eyang ketika melihatnya datang bersama Albi. Eyang berdiri dari duduknya dan Albi memeluknya. Eyang tampak begitu bahagia melihat kedatangan Albi sampai ia meneteskan air mata.
“Kenapa Albi gak pernah dateng sebelumnya?” tanya Cheri di dalam hati ketika melihat temu kasih antara eyang dan Albi.
Cheri pulang ke Jakarta bersama Albi. Cheri masih menyimpan tanda tanya besar kenapa dia baru melihat Albi dateng ke ulang tahun eyang. Kemana dia sebelumnya? Ia ingin sekali menanyakan hal tersebut, tapi sesuatu menahannya. Sesuatu yang orang-orang gak tahu kecuali dirinya sendiri.
Mobil berhenti didepan pagar rumah Cheri. Cheri melepaskan sitbelt dan membuka kunci pintu mobil. Ketika ia mau membuka pintu Albi menanyakan sesuatu kepadanya dan membuat Cheri tidak jadi keluar dari mobil.
“Thanks ya, Bi.” Cheri akhirnya keluar dari mobil setelah perbincangan pendek dengan Albi. Mobil Albi pun melaju meninggalkan Cheri yang berdiri di depan pagar rumah.
Kegelapan menyelimuti suasana Jakarta saat ini. Kirana duduk sambil membaca majalah di kamarnya. Suara radio terdengar menggema di kamarnya. Tapi kemudian suara tersebut tidak sekeras sebelumnya. Kirana mengurangi volumenya ketika melihat bbm masuk dari Cheri. Chat yang masuk cukup singkat, ‘I’ve got his pin!!!’ hal tersebut membuat Kirana berfikir sejenak. Siapa his yang dimaksud Cheri? Dan dia baru sadar kalau yang dimaksud Cheri adalah gebetannya.
“So you’re not give up?” balas Kirana.
“Not yet. Got his pin, accepted, friend.” Balas Cheri dengan cepat.
“Namanya siapa, Cher?”
“Belum waktunya gw kasih tau. Ntar aja yah kalau udah ada kemajuan.”
“Whenever you ready.” Meskipun keingin tahuan Kirana yang begitu besar ada, dia tetap menghargai privacy sahabatnya tersebut. Mereka berdua memang terbuka satu sama lain, tapi tidak pernah memaksa untuk cerita setiap detail peristiwa yang terjadi.
            Kirana berfikir kalau gebetan Cheri beneran nyata, bukan sekedar pria imajinasi buatan Cheri. Dia punya blackberry jadi pasti nyata.
            Hari terakhir perkuliahan berjalan. Setelah kelas terakhir selesai Cheri bertemu dengan Kirana dan siap membicarakan rencana liburan mereka. Cheri mengingat perkataan Albi tentang tempat menarik yang masih virgin dari keramaian, tetapi Kirana terlihat tidak tertarik. Kirana masih memendam kekesalan dengan alasan Albi yang menolak pencomblangannya dengan Cheri karena fisik Cheri. Ia paling tidak suka dengan orang-orang yang mengatai sahabatnya tersebut. Kirana dan Cheri kemudian pergi ke kantin fakultasnya Bagas setelah Kirana mendapat sms dari Bagas. Bagas mempunyai rencana liburan menarik untuk mereka bertiga.
            “Raja ampat? Gak!! Gak ikut gw!!” Cheri langsung menolak ide Bagas. Cheri benar-benar tidak mau ikut jika liburannya hanya dipenuhi dengan kegiatan diving saja. Raja ampat memang terkenal dengan diving spot terindah di Indonesia.
            Bagas memegang tangan Kirana ketika ia mulai terlihat kesal. Albi datang dan duduk bersama mereka bertiga. Mencoba memberikan gagasan tempat menarik untuk liburan. Bagas setuju dengan ide Albi, Kirana juga akhirnya setuju. Kemanapun Bagas pergi, Kirana pasti ikut. Mereka pasangan yang tidak dapat terpisahkan. Keputusan pergi atau tidak sekarang ada di tangan Cheri karena jika Cheri ikut maka Albi bisa ngasih potongan harga perjalanan untuk mereka berempat.
            “Itu tempat apa sih?”
            “Kayak… pulau.. apa yah? hmm pulau umang!” ucap Albi menegaskan ke Cheri.
            Cheri mengangguk dan berkata, “atur aja deh. Gw ikut.”
            Albi mengepalkan tangannya lalu bertosan dengan Bagas.  Mereka pun mengatur keberangkatannya. Minggu depan, hari kamis, mereka akan berangkat ke pulau tersebut. Pulau tersebut berada di dekat Lombok, jadi mereka akan naik pesawat menuju Lombok dan kemudia naik kapal untuk sampai ke pulau tersebut.
            Kirana duduk di samping Bagas dengan sebuah laptop diatas meja di depan mereka. Bagas mulai mencari nama pulau yang dikasih tau Albi di internet. Mereka saling memandang ketika selesai membaca informasi tentang pulau tersebut. Kegiatan apa yang paling terkenal di pulau tersebut dan lain sebagainya. Timbul rasa gelisah diantara keduanya.
            “Kita perlu kasih tau…” Kirana tidak melanjutkannya ucapannya. Bagas seperti sudah mengetahui apa yang akan dikatan Kirana kepadanya.
            Bagas menggelengkan kepalanya dan berkata, “bisa-bisa dia ngebatalin semuanya, yang. Besok kan kita berangkat.”
Di tempat lain, di rumah Cheri, terlihat Cheri begitu senang mempacking barang bawaannya untuk besok. Ia juga terlihat senyum-senyum sendirian sambil berkomunikasi dengan seseorang di contact bbm-nya. Tapi kemudian senyum itu hilang. Cheri meletakan handphonenya jauh dari jangkauannya. Terdengar ringtone pertanda masuknya bbm baru berkali-kali bunyi tapi tak diharaukannya. Ia duduk di ujung kasurnya menatap koper yang baru selesai ia tutup. Ia mengambil koper tersebut dan melemparnya keluar kamar.
Terdengar ketukan dari luar kamar dan dengan pelan pintu kamar terbuka. “Dek, bunyi apa tadi?” tanya ayah Cheri sambil menghampiri anaknya yang sedang duduk di dekat jendela, menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. “Pamali ah ngelamun malam-malam.”
“Aku besok gak jadi pergi sama Kirana.” Ucap Cheri pelan dan terdengar sedikit emosi.
“Kok gitu? Dek, ini kan rencana kamu sama Kirana, kalau kamu gak ikut mendadak, yang lain gimana?” Ayah Cheri duduk di samping anak bungsunya yang masih menatap keluar jendela. “Jangan karena satu alesan kamu jadi menggagalkan segala macam kesenangan.”
            “Tapi udah gak mood, yah.”
            Ayah Cheri merangkul anaknya, mencoba merubah kembali keputusan Cheri. Ayah terdengar begitu kabapakkan menasehati anaknya. “Ketika kamu udah bersama orang-orang yang kamu senangi, pasti kesenangan itu datang dengan sendirinya. Udah ikut aja yah.”
            Tanpa menanyakan alesan kenapa anaknya tiba-tiba merenungkan niatnya untuk pergi, ayah sudah dapat mengembalikan niat lamanya Cheri kembali. Meskipun Cheri masih berat hati untuk ikut, ia tidak bisa mengecewakan ayahnya. Cheri selalu nurut dengan nasihat ayahnya. Cheri mengambil handphonenya sebelum ia tidur. Membaca semua chat di bbm yang masuk ke handphonenya, tapi tak satupun ia balas. Beberapa chat berasal dari Bagas dan Kirana, beberapa juga berasal dari temannya yang lain. Cheri mencolokan chargeran ke handphonenya dan meletakannya di samping bantal.
            “Not anymore,” gumam Cheri sebelum memejamkan mata. Peristiwa masa lalu melintas di bayangannya.
            “Sorry Cheri,” ucap seseorang sebelum ia tidur, sambil memandangi layar handphonenya. Ia mengetahui Cheri hanya membaca messagenya, tanpa berniat membalasnya. Ia tahu Cheri marah padanya dan bisanya tidak jadi ikut esok hari. Tapi ia berharap hal tersebut tidak terjadi dan berdoa untuk yang terbaik untuk besok hari.


........................
            

No comments:

Post a Comment