Friday, July 16, 2010

deri island i'm in love

              BAB 1

 “DERI ISLAND!!!!!” teriak Tami mangajukan tempat liburan saat berkumpul dengan dua sahabatnya. Tami, Lita, dan Fea bersahabat sejak SD. Kita bertiga sekarang sudah berkuliah. Sekarang sedang libur panjang. Kita berkumpul untuk merencanakan liburannya. Sempat ada kebingungan mau berlibur dimana. Tapi ide Tami pergi ke Deri island atau pulau Deri menghilangkan semua kebingungan.
               “Oke nanti sore gw reservasi, besok berangkat.” Ucap Lita sigap. Kalo berdasarkan karakter masing-masing, Lita itu termasuk anak yang serba terorganisir. Semua mesti sesuai rencana dan teratur.
               “Deri island pulau kan?? Gak belanja baju pantai dulu?” tami, tipekal lemot tapi pinter. Kadang-kadang asal ngomong tanpa tau apa isi yang diomnginnya.
               Yang terakhir Fea. Itu gw. Mandiri, smart, rendah hati. “Tamiii, kan rencana kemaren mau ke Bali, terus lo udah belanja, ngapain beli baju lagi. Kan sama-sama pantaaaaiiii.” Ucap gw sambil menepuk pundak Tami.
               Tami ngangguk, mengeluarkan dompetnya, “iya sih. kalo belanja lagi bisa over bajet nih gw. makasih Fea mengingatkan.”
               Setelah Lita reservasi ke resort di Deri island, keesokan paginya mereka pun berangkat. Kita bertiga doang liburannya karena mendadak sih dapat idenya. Setelah 1 jam berkendara di atas kapal kayu mesin, akhirnya gw, Lita dan Tami melihat birunya laut. Yaa maklum pas berangkat kondisi laut Jakarta kan emang butek. Dari atas kapal bisa dilihat karang-karang besar dan banyak terdapat koral-koral yang indah. Lita yang hobi fotografi tak lupa mengabadikan moment liburan kita dengan kamera dslrnya. Kurang lebih 2 jam setengah perjalanan jakarta pulau Deri di lewati.
               “Ooohh pasir putiih, laut biru jernih. I love this island!!!!” ucap Tami setelah turun dari kapal dan melihat kondisi pulau, dari atas jembatan, yang begitu indah. Kita bertiga dianter oleh tour guide ke resepsionis resort, setelah itu cek in dan masuk ke kamar.
               Tami tampak buru-buru beres-beres di kamar. “Mau kemana buru-buru?” tanya gw.
               Tami mencari-cari sesuatu di kopernya, “berenang!!” dan setelah dapet sendal jepit yang dicarinya, ia lekas menuju pantai meninggalkan temannya di kamar. setelah rapi-rapi Lita menyusul Tami ke pantai. Gw? hmmm ngiter-ngiter pulau dulu ah. Katanya tour guide tadi, di belakang resort ada perumahan warga. Pas di lobby ada salah satu pelayan nanyain mau kemana saya?
               “Mau liat-liat perumahan warga mba.” Ucapku ke pelayan laki-laki itu.
               “Boleh saya antar? Yaa biar tidak nyasar.” Gw setuju aja, ya setidaknya ada temen buat diajak ngobrol. Kalo boleh nebak, pelayan ini umurnya se gw. yaa 19-20 tahun lah. Kita pun berjalan melewati gerbang desa. Yang terlintas di pikiran gw pasti desanya kumuh, rumahnya jadul dll. Tapi semuanya salah. Desanya modern loh!! Rumahnya gak norak, bagus, banyak toko oleh-oleh yang didesaign dengan karakter bangunan modern, minimalis lah istilahnya.
               “Perumahan warganya bagus ya mas? Saya kira kayak di baduy.”
               “Ohh enggak mba. Kan menyeimbangkan. Kalau resort nya bagus, bintang 5, perumahan warga sebagai objek rekreasi juga mesti bagus. Jangan jomplang.” Ucap mas pelayan itu. Entah siapa yang punya ide agar gak jomplang itu, tapi yang pasti orangnya pinter. Walaupun rumahnya modern mini, tapi masih banyak pepohonan. Rindang banget. Yaa resortnya juga adem banget, banyak pohon.
               “Mata pencaharian warga sini pelayan sama pengurus resort kan mas? Kenapa bisa membangun desa seperti ini? Bukan nya gimana yaah, tapi kan rata-rata penghasilan nelayan gak seberpa.” Gw ngomong sangat hati-hati. Feeling gw ya, nih mas pelayan warga sini juga.
               “Ooh emang mba. Penghasilan orang-orang sini memang gak seberapa. Malah gak bakal bisa membuat rumah sebagus itu. Jadi ada sejarahnya mba.” Mas pelayan itu ngajak gw duduk di salah satu bangku. Sejarah ya? Hmm setiap wilayah pasti ada sejarahnya. Dan gw siap mendengarkan. “Dulu sebelum pulau ini terkenal, desa disini yaa kumuh. Tapi ada seorang jutawan, dia dateng kesini. Dan berniat bikin resort karena keindahan pulau ini. Dia meyakinkan warga sini kalau resort ini akan membawa keuntungan buat warga juga. Dan untuk menyamakan antara resort mewah dan rumah warga, pak Deri, jutawan baik hati itu, membangun perumahan warga yang bersih, asri, dan bagus ini.”
               “Ooohh, biar warganya senang, turis senang, tamu senang, pak Deri itu senang?” wah, baik banget tuh Deri deri itu. Kalau di kota kan, ada apartement mewah eehh tapi di sampingnya perumahan kumuh.
               “Iya gitu mba. Tamu-tamu resortkan gak cuman mau main di pantai atau stay di cotage, tapi ada yang mau ikut mancing, jalan-jalan, belajar bikin ikan asin. Naah pak Deri juga bikin sekolah, dan tempat les bahasa inggris. Semua gratis buat warga. Jadi kalau ada turis luar negri, bisa ngobrol dengan warga sini.” Ucap mas pelayan itu. Wiih dermawan banget yah pak Deri itu.
               “Jadi pulau Deri itu dari pak Deri yang dermawan itu?” mas pelayan ngangguk. “Sekarang dia masih ada? Masih hidup?”
               “Pak Deri sih udah wafat mba. Sekarang yang ngurus jalannya ekonomi pulau ini, keluarga besar pak Deri. Anak sampe cucunya. Mereka tinggal gak jauh dari sini mba. Rumahnya lagi di bangun di pulau kecil. Katanya 2 hari lagi ada open house, semua warga di sini dan pengunjung resort di undang dateng.” Setelah banyak cerita gw dan mas pelayan balik ke resort. Nama mas pelayan ini Joko. Ada namanya di bajunya. Dari tadi gak gw baca, dasar bedon. Hahahaha. Pas balik ke kamar, ternyata udah ada Tami dan Lita. Langsung aja gw ceritain sejarah pulau ini yang tadi diceritain sama mas Joko.
               Komen pertama yang diucapkan Tami setelah cerita gw usai adalah, “gw mau nikah sama anaknya!!!”
               “Matre lo!!!” ucap Lita sambil menepuk bahu Tami.
               “Ehhh kayanya tujuh turunan gak abis-abis. Anaknya pasti banyak kan, Fe? Buat kita bertiga aja.” Tami emang suka becanda kalo masalah kayak gini. pas dia tau Bakrie kaya nya gak abis-abis, yaa ucapanna percis kayak gitu. Tapi pas tau anaknya Bakri nikah sama Nia Ramadani, langsung gak napsu makan dia. hahahaha. Iyaa Tami emang paling cantik diantara kita bertiga, dan yang paling laku. Padahal tanpa nikah sama orang kayak, kekayaan dia dan keluarganya juga gak bakalan abis. Tapi Tami walaupun orang kaya sekali, dia merendah. Gak suka memamerkan kekayaan seperti halnya anak orang kaya lainnya.
               Malam harinya kita bertiga dinner di pinggir pantai. Gak di pantainya sih. posisi resortnya itu diatas, jadi laut dan pantainya ada di bawah. Di pantai, ada tembok tingginya 3-4 meteran, di bangun untuk menghalang ombak masuk ke tanah atas. Tanah atas itu yaa daratan yang ada rumah warga dan resortnya. Kata mas Joko, kalo sore ombak kadang-kadang suka besar.
               “Lusa kita harus dateng ke open house rumah baru keluarga Deri nih. Pasti rumahnya besaaaaaarrr. Satu pulau rumahnya doang.” Ucap Tami.
               “Pulau kecil Tam, gak segede pulau ini.” Ucap gw menjelaskan dengan singkat.
               “Ya apalah itu. Tapi tetep aja Fe, dia bisa memajukan pulau ini masa rumah sendiri gak bagus.” Ucap Tami menambahkan.
               “Iya Fe. Jarang kan orang kaya yang bisnisnya maju rumahnya kecil? Lusa kita mesti ikut.” Ucap Lita. Gw ngangguk aja. Penasaran juga sih gimana penerusnya pak Deri yang dermawan itu? Apa dermawan juga? We’ll see.
               Keesokan harinya. Aktifitas hari ini, full sea. Dari jam 10 pagi kita udah di laut. Jam 10 kita menyelam ke dalam laut, di laut yang agak jauh dari pulau. Weehhh bagus banget. Lita tak lupa mengabadikan kegiatan bawah laut dengan kamera bawah airnya. Yeee hidup Lita!! Jam 1 selesai. Makan siang di atas kapal, ganjel perut terus balik ke pulau. Di pulau kita snorkling di laut yang masih gak terlalu dalam, gak jauh ketengah lau kayak tadi. Ini yaa 20 meter dari pantai. Belom banyak karang karena gak dalem. Jam setengah 3 main banana boat. Jam 4 balik ke cotage mandiiii. Kemaren gw gagal liat sunset soalnya asik ngobrol sama mas Joko. Berhubung gw duluan yang mandinya selesai, gw langsung menuju pantai.
               Berjalan di pinggir pantai, menginjak pasir putih, nunggu sunset, seru banget. Tapi kok tumben sepi nih pantai? Biasanya kalo mau sunset pasti rame, banyak yang duduk di atas tembok. Feeling gw gak enak. Tiba-tiba dada kok nyesek banget. Balik aja apa ya ke cotage? Baru mau menjauh dari bibir pantai, ada cowo megang tangan gw dan narik gw menuju tembok. Dan tiba-tiba...
               “Biiiuuurrr.....” ombak gede dateng dan menerkam gw dan cowo itu. Untungnya gak keseret. Cowo itu ngelindungin gw dengan badannya. Badan gw merapat di tembok itu, kepala gw ada di dada cowo ini. Dia meluk gw? enggak enggak, dia ngelindungin gw. sekarang badan gw sama badan nih cowo basah.
               “Aduh mba, ombaknya kan lagi gede. Gak denger peringatan?” cowo itu ngelepasin pelukannya pas mas Joko dateng. Mas Joko dateng bareng Tami dan Lita. Gw cuman bisa bersender di tembok dengan napas gak terkendali. Gilaaaa, nyaris gw keserte ombak gede. Cowo yang barusan nolongin gw pun bersender di tembok, berdiri di samping gw.
               “Gak papa Fe? Duuh nyaris loh tadi. Ombaknya tinggi banget Fe tadi. 3 meter ada kali.” Ucap Lita sambil menyelimuti badan gw dengan anduk yang dibawanya.
               “Mas makasih ya mas. Ini tamu resort, kemaren baru dateng.” Ucap mas Joko ke cowo itu sambil ngasih handuk. Gw pun diajak ke cotage sama Tami dan Lita. Pas lagi jalan di pegangin sama Tami, gw berhenti. Balik badan dan menuju cowo itu. Gw ngulurin tangan kanan gw.
               “Makasih,” ucap gw dengan suara yang serek. Dia pun menerima uluran tangan gw. lagi berjabat tangan, gw diajak pergi sama Tami. Gw berjalan, makin lama makin jauh. Tangan gw masih megang tangan cowo itu, tapi makin lama makin terlepas karena Tami  ngajak gw jalan.
               Gw gak sempet tau cowo itu siapa, dan kenapa bisa dia nolong gw? belom sempet kenal tapi udah di suruh ke pusat kesehatan warga. Gw coba nginget-nginget. Ombak besar itu gak cuman sekali menerjang gw sama cowo itu di dekat tembok. Berkali-kali, dan gw baru sadar selama di dekapan cowo itu gw nangis. Ketakutan. Pantes suara jadi serek gini. mas Joko kayaknya kenal sama cowo itu.
               “Tadi kita ke loby nyariin lo. Dan baca pengumuman, ombak sore ini besar sekali. Dilarang ke pantai. Ktia kegalapan. Ehh gak sengaja ketemu mas Joko itu. Mas Joko langsung ngasih tau satpam kalo lo dipantai. Ehh pas mau nyusul, berkali-kali ombak besar menghempas tembok, yaa semua berhenti.” Ucap Lita.
               “Kita semua udah lemes, gimana keadaan lo di sana.dan ternyata, pas ombak udah mulai kecil, lo lagi asik dipeluk cowo. Strong juga tuh cowo kuda-kudanya. Ombak gede tak mampu membawa kalian berdua. Mungkin jodoh Fe.” Tami mulai sok puitis sok bisa meramal masa depan. Setelah dikasih obat, gw balik ke cottage. Pas mau tidur, gw kebayang mulu sama tuh cowo. Tinggi, kulit sawo mateng, rambut gondrong rapih, badan oke gak buncit gak kurus. Mas Joko pasti kenal sama cowo itu. Besok harus gw tanya.
               Berhubung kemaren gw kena bencana, pihak resort minta maaf karena pengumuman nya gak nyampe ke telinga gw. dan akhirnya gw sedikit dimanja. Dikasih free spa treatment. Asik asik. Tapi gak bisa hari ini dipakenya, soalnya staff resort bergilir ke acara open housenya keluarga pak Deri. Yaudah besok aja kalo gitu. Abis sarapan, gw langsung nyari mas Joko.
               “Fe, abis ketemu mas Joko, siap-siap ke open house ya.” Ucap Tami ketika gw mau meninggalkan restaurant. Gak mood sih gw ke acara itu, tapii yaaa hiburan lah. Setelah gw ketemu mas Joko, gw langsung tanyain tentang cowo itu.
               “Ooh yang kemaren yah mba, itu hmmm..” mas Joko mencoba mengingat-ingat. Ayoo mas Joko ingatlah. “Saya gak kenal mba. Saya baru soalnya kerja di resrost ini. Tapi yang saya tahu, dia cukup sering dateng ke sini. Yaa 2 kali seminggu lah.”
               “Yaah gitu yah mas,” gw kecewa. Kemaren mas Joko ngomong ke cowo itu kayak akrab banget sih. gw kira kenal, ternyata mas Joko newbie. “Masa mas Joko gak tau sih dia siapa, darimana, namanya siapa?”
               “Yang saya tau pokoknya yah mba, cowo itu kayaknya tinggal di rumah barunya keluarga pak Deri. Soalnya kalau dia kesini pasti pake  boat pribadi keluarga pak Deri yang ada di rumahnya.”
               “Dia keluarganya pak Deri?”
               “Belum tentu mba. Kadang-kadang pelayan keluarganya pak Deri kesini, belanja ikan. Pake boat pribadi rumah.” Kalo gitu, untuk cari tau dia siapa, gw mesti ikut ke acara open house. Kalo emang dia tinggal di situ, entah keluarga atau cuman pelayan, pasti gw ketemu.
               Pas lagi siap-siap mau ke acara open house, gw ceritaain tuh yang dikasih tau mas Joko ke Tami dan Lita yang sangat rapi dandanannya. “Gini Fe. Kalo kata mba resepsionis, ktia di acara itu boleh keliling rumah. Dipersilahkan. Jadi tujuan pertama lo setibanya disana adalah ruang belakang. Dapur, kamar pembantu, dan kamar supir. Kalo lo gak nemu dia disana, berarti dia bukan supir.” Jelas Tami.
               “Nah, dari situ baru lo masuk ke rumah utama. Dimana keluarga Deri tinggal. Kalo lo nemu dia disanaa, berarti dia kalo bukan anaknya pak Deri, cucu ataugak cicitnya.” Lita menambahkan. Okeee gw yangada urusan, mereka yang lebih menggebu-gebu menjelaskan. Siapapun dia nanti, gw cukup ingin mengenal nama. Gak lebih. Berangkat dari pulau Deri menuju pulau rumah nya pak Deri, kita dijemput dengan yact pribadi keluarga Deri.
               Kita satu kapal sama beberapa bule, yaa 8 bule adalah. Dan beberapa turis lokal, termasuk gw dan 2 sahabat gw. belom nyampe ke pulaunya, gw melihat sesuatu dari kejauhan. Rumah, putih, besar. Dan pas mendekat, gilaaaa gede juga rumahnya. Halamannya besaarrr. Terlihat di belakang rumahnya masih hutan kelapa. Wajar ini mah, desa di pulau Deri bagus banget, liat dong rumah mereka. Rumah baru mereka. Tami bengong melihatnya. Baru masuk ke dalam rumah, gw tercengang. Arstitekturnya oke banget. Banyak perabot yang kreatifitasnya tinggi banget. Rumah ini katanya dibangun 2 tahun.
               “Fe, ruang belakang.” Bisik Tami semangat banget. Gw pun berkeliling, mencari ruang belakang yang dimaksud. Dan inilah ruang belakang. Pas gw masuk ke ruang belakang, pelayan rumah berjejer. Diitung-itung ada 7 orang.
               “Selamat datang. Saya Siti, pembantu disini. Saya dari pulau Deri, tinggal disana.” Okeee, sepertinya dia akan jadi tour guide gw di ruang belakang. Dia bilang 7 orang, 4 pembantu, 1 koki, 2 satpam. Okeeee. “Kalo yang bersihin rumah, rencanya 1 minggu 2 kali bakal datang dan bersihin rumah.” Ucap Siti. Dari 7 orang ini gak ada cowo yang kemaren.
               “Tukang bersihinnya dari desa di pulau Deri?” tanya gw ke Siti. Jangan-jangan yang kemaren tukang bersihin rumah? Ehh tapi dia itu dateng 2 kali seminggu ke pulau bukan ke rumah.
               “Iya. Biasanya nelayan yang lagi gak panen ikan, ngajuin diri bersihin rumah. Yaa saling bantu.” Jelas Siti.
               “Oohh gitu. Kalo yang sering ngecek resort itu pelayan sini apa keluarga?”
               “Keluarga mba. Pelayan rumah, yaa tugas rumah. Resortkan bisnis keluarga, kita juga gak ngerti.”
               “Oh gitu, yaudah deh saya mau liat-liat lagi. Makasih mba Siti.” Ucap gw sambil pergi meninggalkan ruang belakang. Gw pun berkeliling rumah. Naik ke lantai 3, berkeliling. mencari sesosok cowo yang menyelamatkan hidup gw. gak ada. Turun ke lantai 2, cuman ketemu anak bocah, terus orang dewasa 3 orang perempuan semua, dan 1 pria lagi main bersama balita. Bukan cowo yang kemaren. Gw keliling lantai 1, cuman ketemu orang-orang umur 27 keatas. Pasti ini anak-anaknya pak Deri deh. Keliatan wajah suksesnya. Tapi keliatan juga baiknya. Mereka gak segan ngajak becanda staff resort.
               “Ketemu mba?” tiba-tiba mas Joko muncul di depan gw.
               Gw menggeleng, “tapi kayaknya dia keluarganya pak Deri mas.” Gw pun mencari lagi. Lantai 1 udah gw jamah, dan hasilnya nihil. Gw mengambil minuman yang disediakan, dan meminumnya. Cape juga keliling rumah gede ini. Ehh ada foto-foto tuh, di rak meja gak terlalu jauh di depan gw. gw liatin fotonya satu persatu. Nah!!! Gw nemu cowo itu. Gw ngambi fotonya.
               “Itu anak saya,” seorang wanita tiba-tiba ada di samping gw pas gw lagi megang foto cowo itu. Gw refleks naroh lagi. “Kenal?”
               Gw geleng-geleng sambil senyum, “enggak, enggak kenal.”
               “Oh gitu, perkenalkan saya Nafida Deri. Anak kedua pak Deri.” Ooohh. Anggun banget wanita ini, keliatan orang pinter. Kalo dia anak kedua pak Deri, berarti cowo yang nolong gw itu cucu pak Deri? Oh baru tau.
               “Fea. Saya lagi liburan di resort pulau Deri. Enak banget, betah banget.”
               “Oohhh bagus kalo begitu. Saya ngurusin bagianan makanan di resort, jadi kalo ada keluahan mengenai menyajian makanan bisa langsung sama saya, ya Fe.” Wow, ramah banget ngomong. “Yaudah, saya tinggal ya. Di bawah masih ada ruangan lagi, bisa diliat. Mungkin anak saya ada disitu.” Dan ibu Nafida pun pergi. Kembali menyapa tamu yang dateng.
               Masih ada ruangan di bawah? Underground gitu? Oohh okee, semoga bisa nemu cowo itu. Ada tangga menuju bawah, dan gw menuruninya satu persatu. Tanpa suara. Makin lama makin turun, gw bisa melihat isi ruangan di bawah. Ada piano, tv plasma besar, sofa besar, game area. Di tangga terakhir gw berhenti turun. Gw melihat ada cowo duduk di sofa, menghadap tv, lagi nonton film. Hmm vantage point filmnya, gw kenal banget part yang lagi dia tonton.
               Gw gak ngeliat mukanya, cuman rambut sampe leher, sisanya ketutupan sofa. Mungkin dia gak nyadar ada orang yang dateng, soalnya sound systemnya cukup keras. Berasa di bioskop. Kalo dari rambutnya, feeling gw dia cowo yang kemaren. Gw tetep berdiri di tangga paling akhir, satu langkah lagi gw berdiri di atas lantai. Tapi gw tetep dengan posisi gw. cowo itu mulai nyadar ada yang dateng, dia pause filmnya. Dan pas dia nengok, gw buru-buru naik.
               “Hei!!!” cowo itu manggil, gw terpaksa berhenti melangkah ke tangga selanjutnya. “Kok kabur?” cowo itu mungkin gak ngeliat muka gw, karena posisi badan gw yang membelakangi dia. gw mendenar langkah kaki mendekat ke tangga. dan gw membalikan badan, dan ternyata itu dia!!! dia yang kemaren nyelametin gw.
               “Hmmm gak mau ganggu. Itu kan filmnya lagi seru-serunya.” Cowo agak kaget ngeliat gw. dia pun berjalan naik tangga menghampiri gw. sekarang dia berdiri depan gw, beda 1 tangga dengan gw.
               Dia mengulurkan tangan kanannya meminta gw mengulurkan tangan gw. tangannya mengadah ke atas seperti meminta sesuatu. Gw tau apa maksud ini. Raut mukanya seperti menunggu gw memberikan sesuatu. Dan gw pun mengulurkan tangan kanan gw.  yaa kalo bahasa gampangnya, dia ngajak gw ke bawah. Yaa kalo ada percakapan nih gini, cowo itu mengulurkan tangannya sambil bilang “may i...?” bisa may i dance with you, may i go with you, apalah. Terus gw memberikan tangan gw berarti iya aku mau.
               Cowo itu menggandeng gw turun dari tanggak menuju sofa tempat dia duduk. Dan hasilnya akhirnya, belom sempet kenalan dia malah ngajak nonton vantage point lagi sampe abis. Yaudah gak bisa nolak, lagian gw seneng kok sama film ini.
               “Makasih lagi yah, kemaren udah nolongin.” Ucap gw setelah filmnya abis.
               “Udah kewajiban.” Ucap cowo itu diringin ketawa kecil. Suasana hening. Yang tedengar dari bawah sini cuman suara berisik dari lantai atas. Berisik orang ketawa, ngobrol, nyanyi-nyanyi. “Kamu kemaren kurang hati-hati. Sebelum ke pantai, baca pengumuman dulu baru pergi.” Ucapnya membuyarkan keheningan. Okee dia ngomognya kamu, hmm.
               “Tadinya cuman mau liat sunset, soalnya hari pertama dateng gagal liat sunset. Buru-buru ke pantai, gak sempet baca pengumuman.” Satu kata menggambar keadaan sekarang AKWARD.
               “Sorry ya, kemaren gw langsung ngegandeng lo, dan maksa meluk lo. Itu emang... hmm...”
               Gw melanjutkan omongannya ya lama gak selese-selese, “gak papa kok. Emang prosedur penyelamatannya kan? Hmm yaudah, gw mesti balik ke resort. Temen-temen gw mungkin nyariin.” Dan ketika gw mau berjalan, cowo itu megang tangan gw. ohh my God. Tiba-tiab deg-degan.
               Gw balik badan, dia natap gw. “Gw......."

(.........) 

No comments:

Post a Comment