Saturday, October 1, 2011

perfect two part 7

7
CLOSE ENOUGH TO YOU
“Promise me you’ll always happy by my side - Train.”

            “Saya terima nikah dan kawinnya, Lilyan Cheri Putri Bintang, dengan maskawin seperangkat alat solat dan uang sebesar 14 juta rupiah dibayar tunai.” Suara Albi terdengar begitu tegas dan hikmat. Tidak tampak sedikitpun pernikahan yang ia sedang jalankan adalah pernikahan karena perjodohon dan terpaksa. Dari ucapannya, seperti tergambar ia yang sudah lama mengenal dan mencintai Cheri setulus hati dan siap menerima Cheri dalam kehidupannya sebagai istirnya yang tercinta.
            Ayah Cheri yang datang sebagai saksi, setelah mendengar ijap Kabul yang diucapkan Albi merasa lega melepaskan anak bungsu kepada pria yang masih belum genap 25 tahun dan belum lama ia kenal. Ia merasa dan percaya anak perempuan yang paling ia sayangi tersebut akan baik-baik saja dalam pernikahan yang mendesak ini.
            Penghulu yang menikahkan pasangan muda ini membacakan doa setelah ijap Kabul dianggap sah oleh saksi-saksi yang ada. Ya Allah, jaga anak hamba. Jangan biarkan restu hamba membuat hidupnya menderita. Selalu jaga dia, ya Allah. Doa tulus sang ayah untuk Cheri  tercinta.
            Aula sebuah gedung pernikahan di hias begitu indah dan cantik dengan perpaduan warna putih dan emas. Bertangkai-tangkai mawar putih sudah di petik untuk menghiasi setiap sudut ruang pernikahan. Lampu hias yang begitu mewah tergantung, untuk mempercantik ruangan tersebut. Tak sedikit tamu yang sangat terpeson melihat dekor pernikahan ini. Siapa yang menyangka, pernikahan yang terlihat begitu wah hanya disiapkan dalam beberapa minggu, oleh mempelai yang tidak saling mengenal jauh.
            Resepsi dan akad nikah sengaja digabung dalam satu waktu. Cheri yang meminta hal tersebut.  Cheri tidak begitu semangat menjalani akad nikah. Berkali-kali sang bunda harus menasehaati Cheri yang terlihat sedih. Cheri bukanlah menyesal menyetujui pernikahan tersebut. Kirana tidak ikut membantunya mengurusi perniakahannya tersebut. Sahabat yang harusnya selalu ada di sisinya, malah seperti menghindarinya selama 1 bulan terakhir. Cheri mengetahui Kirana sangat kesal dengan Albi, tapi ketidakhadirannya dalam hari pentinya tersebut sangatlah membuatnya kecewa.
            Cheri dan Albi tidak dalam satu ruangan ketika akad nikah dimulai. Mereka sengaja dipisahkan. Setelah akad selesai, Cheripun keluar dari ruangannya, ditemani oleh sang bunda tersayang. Cheri yang berjalan masuk ke dalam aula, lambat tapi pasti. Banyak tamu yang tersenyum melihatnya, memuji kecantikan, tata rias, dan busana yang dikenakan Cheri. Albi melihat ke arah Cheri, yang sudah sah menjadi istirnya tersebut. Why you’re wearing your fake smile, Cher? When everything on you….. just perfect and beautiful. Kenapa lo harus setuju kalau lo nya terbebani gitu? Albi melihat kesedihan di senyum Cheri. Mungkin hanya ia yang menyadari kalau senyum Cheri bukan dari hati.
            Albi sangat peduli akna kebahagian Cheri. selama proses perencanaan perkawinan, Albi selalu mendahulukan kemauan Cheri. Ia mengapus egonya sesaat untuk kebahagian Cheri. perasaan itu timbul tiba-tiba. Perasaan yang peduli sama Cheri, yang hanya ingin ngeliat Cheri bahagia tanpa terbebani. Pernikahan ini bukan maunya Albi, bukan Albi yang memaksa Cheri. Tapi Albi merasa bertanggung jawab atas kebahagian Cheri nantinya.
            Resepsipun dimulai. Ini pertama kalinya, Cheri dan Albi duduk bersampingan bersama-sama di depan banyak orang sebagai pasangan suami-istri. Heru dan istrinya duduk di atas pelaminan sebagai wakil keluarga Albi. Albi terus ngasih lelucon agar Cheri tertawa, tapi semuanya gagal.
            Kedua mata Albi menangkap seluet orang yang ia kenal yang pasti ditunggu-tunggu oleh Cheri. tapi ia berpura-pura tidak melihat mereka, untuk mengagetkan Cheri. kedua orang yang dilihat Albi tersebut naik ke pelaminan, bersalaman dengan keluarga Cheri, lalu Albi.
            “Lana!!!!!” Cheri langsung memeluk sahabatnya yang sangat anggun menggunakan kebaya bewarna gold tersebut. Warna kebaya yang sama dengan para penerima tamu. Ternyata dari awal acara, Kirana dan Bagas sudah datang dan menjadi penyambut tamu. Kemudian mereka juga ikut dalam barisan ketika mengantar kedua mempelai ke pelaminan.
            “Cheri gak sadar, yang. Kamu tega banget bikin dia menderita,” bisik Bagas ketika Cheri memasuki aula pernikahan.
            Kirana tersenyum bahagia melihat sahabatnya yang begitu tampil menawan saat itu. Meskipun Kirana tahu, senyum Cheri tidak tulus dari hati, tapi ia tahu mengapa hal tersebut terjadi. Bukan karena menyesali keputusannya, itu bukan sifat Cheri. tapi karena ketidakhadiran Kirana dalam masa-masa sibuk pengurusan hari pernikahan.
            Tamu mulai terlihat meninggalkan aula resepsi. Albi mengajak istri barunya untuk menyicipi aneka hidangan yang telah dibuat khusus atas permintaan Cheri. banyak makanan favorit Cheri sengaja disajikan. Sebaliknya, Albi malah tidak meminta makanan favoritnya disajikan, cukup apa yang Cheri minta.
            “Kamu kemana aja, Lana? Aku kan kangen banget.” Kirana duduk berdua dengan Cheri ketika pasangan mereka sedang asik membicarakan hal-hal lucu di meja lain. Cheri memegang kedua tangan sahabatnya tersebut, “udah sering kan gw bilang, restu dari lo itu sama pentingnya kayak restu ayah sama bunda.”
            “Lo tau eccedentesiast? Itu lo banget, Cher.” Cheri menggeleng. Ini pertama kalinya ia mendengar kata tersebut. “Eccendentesiast is a person who fakes a smile. I found that on tumblr. Believe it or not, that was you when you entered this room. Are you happy? Gak ada yang lebih suram dari keterpaksaan loh, Cher.”
            Cheri menggeleng, tidak setuju dengan ucapan sahabatnya. Dia bahagia, bahagia sekali. Apa yang sedang terjadi hari ini, seperti mimpi baginya. Dari kebaya, gedung, makanan, dekor, semua seperti apa yang dia impi-impikan. Melihat orangtuanya begitu bahagia, dan juga eyang yang terlihat bahagia dan sehat, tentu saja membuatnya bahagia. “Gak ada yang di paksa. Gw kan belom dapet restu dari lo, gimana gw bisa senyum dari sini?” Cheri menyentuh hatinya. “Walaupun ini semua my dream wedding, tapi tetep gak… pas… tanpa ada lo, Lana.”
            Kirana tersenyum manis mendengar keluhan Cheri. Kirana tidak hadir pas milih undanga, tidak hadir ketika menemui designer kebaya, WO, dan lain-lain. Kirana benar-benar tidak menemani Cheri sibuk. “Toh ada gw atau enggak ada, hasilnya tetep seperti ini kan? your dream wedding.”
            Hembusan nafas panjang terasa di wajah Cheri yang masih tertutupi make up. “Yang penting sekarang, lo jalanin dulu semua ini. Jangan dijadiin beban. Have fun aja. Kan jadi gak kesepian lagi. Itu kan yang selama ini gw mau dari lo. No more lonely Cheri.” Cheri memeluk Kirana. Air mata menetes dari mata Cheri.
            “But I’m not ready to be a wife.”
            “Yaah anggep aja tinggal bareng. Sekedar, hmm, ngekost bareng. Posisikan diri lo tetep jadi temen, jangan lebih loh!!” Kirana mencolek hidung Cheri.
            Cheri mempertanyakan sikap Kirana yang tiba-tiba kepada Albi. Sebenarnya apa yang terjadi antara Kirana dan Albi? Cheri merasa ada yang disembunyikan oleh Kirana. Karena tidak mungkin penilaian Kirana kepada seseorang bisa langsung berubah hanya hitungan bulan. Biasanya jika Kirana kesal sama satu orang, ia akan bisa baik kembali setelah bertahun-tahun tidak bertemu.
             “Gw sedikit lega Cher, lo sekarang ada teman hidup. Anaknya juga yaah not bad lah.” Kirana melihat kea rah Albi yang sedang asik tertawa-tawa bersama Bagas dan kakak lelaki Cheri. “Bisa lah buat lo seneng tiap hari.”
            Albi melihat dari jauh Cheri yang tersenyum bersama Kirana. Senyum kecilpun terbentuk di wajah rupawan Albi. Di hatinya yang paling kecil ada kelegaan tersendiri bisa melihat senyum Cheri yang menurutnya begitu manis. Albi mengambil segelas minuman dan memberikannya ke Cheri. Cheripun menerimanya dengan senyum manisnya.
            “Heh!! You!!” Teriak Kirana yang langsung ditujukan kepada Albi ketika ia menyadari kedua pasangan muda ini saling menebar senyum satu sama lain. Seketika sosok ibu peri untuk Cheri langsung berubah menjadi nenek sihir ke Albi. “So lucky, huh?! Jagain sahabat gw satu-satunya, sampe lo sakitin dia, liat..”
            Albi memotong ucapan Kirana, “Gw janji. Cheri sekarang udah jadi tanggung jawab gw, gak mungkin gw nyaktin dia.” Kirana terdiam mendenger Albi yang berbicara dengan suara serius dan meyakinkan. Tapi kemudian, “yaa asal lo gak galak-galak ada sama gw, hahha,” ia kembali menjadi Albi yang suka becanda lagi.
            Eyang meminta berbicara enam mata berama Cheri dan Albi. Mereka pun dipanggil oleh Heru untuk menemui eyang. Keduanya bertemu eyang di suatu  ruangan di luar aula pernikahan. Eyang yang tampak kelelahan, duduk bersender di sebuah sofa hitam, segelas air putih terlihat dipegangnya. Cheri dibantui Albi duduk di sofa tersebut. Eyang sangat senang melihat kepedulian Albi ke Cheri. Ia tahu bahwa memakai kebaya tidak mudah bergerak, sehingga ia reflex membantu istrinya untuk duduk.
            Eyangpun mulai berbicara, maksud memanggil pasangan tersebut. Eyang memulai perbincangan dengan memuju keindahan perniakahan mereka hari ini. Eyang begitu bahagia. Tapi eyang punya maksud memanggil mereka berdua, eyang ingin sekali mengetahui satu hal kecil tapi penting untuknya. Sudah lama eyang ingin menanyakan ini.
            “Kenapa kalian setuju dengan permintaan eyang untuk menikah? Apa karena kasihan melihat eyang? Terpaksa?” entah mengapa eyang baru meminta alsan mereka untuk setuju menikah ketika mereka sudah resmi di mata hukum dan agama sebagai suami istri. Apa dengan menjawab terpaksa maupun kasihan akan mengubah sesuatu, mengubah status mereka kembali seperti semula? “Eyang tahu kalian gak saling cinta. Lalu kenapa setuju eyang jodohkan?”
            Sejujurnya Cheri tidak bisa menjawab pertanyaan eyang tersebut. Apakah Cheri menyetejuinya? Tidak. Cheri masih ingin sendiri, lajang, tanpa ada status perniakahan. Jadi ini terpaksa? Tidak juga. Dia ikhlas menerima pernikahan ini. Cheri mengikuti keputusan orangtuanya. Cheri adalah anak yang sangat menurut dengan orangtua. Kasihan dengan eyang? Bisa juga karena factor ini. Cheri ingin melihat eyang bahagia, tidak sakit-sakitan. Apapun akan ia lakukan agar eyang yang bukan nenek sedarahnya itu kembali seperti dulu. bebas dari rumah sakit. Tapi Cheri tidak bisa berkata apa-apa menjawab pertanyaan eyang.  Ia belum siap ditanyakan perihal alasan setuju.
            Albipun berbicara memecahkan keheningan, “Mario Teguh pernah bilang, pernikahan itu karena logika bukan emosi. Aku setuju karena aku udah pikir jauh kedepannya, yang. Pake logika.” Ya, Mario Teguh pernah mengatakan hal tersebut. Sekarang ini banyak sekali pernikahan berdasarka emosi, sebut saja cinta. Hingga akhirnya ada permasalahan dan barulah memakai logika. Padahal seharusnya semenjak awal pernikahan, logika harus diikutsertakan.
            Mendengar jawaban Albi, eyang percaya keputusannya adalah yang terbaik. Menyatukan watak Albi dan Cheri sangatlah cocok. Meski keduanya masih tidak ada rasa cinta satu sama lain, eyang percaya cinta itu akan timbul dengan sendirinya. Eyangpun tidak membutuhkan lagi jawaban Cheri. ia langsung memberikan sebuah amplop coklat kepada Albi. Sebuah tiket perjalanan?
            “Kamu bisa pakai untuk berkunjung ke orangtua kamu di Eropa.” Ucap eyang setelah Albi melihatnya. Albi menggeleng dan memberikan amplop tersebut kembali ke eyang. Sudah bertahun-tahun Albi tidak bertemu dengan orangtuanya bukanlah karena ia tidak bisa menghampiri mereka, tapi karena kesibukan orangtuanya yang tak bisa diganggu.
            “Maaf, yang. Aku gak bisa terima.” Dilain sisi, Cheri begitu senang akan pergi ke Eropa. Ia belum pernah pergi ke benua tersebut. Adalah sebuah mimpi jika ia benar bisa pergi ke sana. Tapi hal tersebut hilang setelah Albi menolak menerimanya. Albi berpamitan dengan eyang dan meninggalkan ruangan. Setiap membicarakan tentang kedua orangtuanya, perasaan Albi seperti tersayat. Terlalu pahit baginya untuk bertemu lagi dengan orangtua yang sudah tidak mau lagi melihat anaknya.
            Kamu hanya buang-buang uang saja menyusul saya ke sini. Saya sudah mentransfer uang kamu, sudah tidak usah buang-buang waktu bertemu saya. Saya sibuk, tidak bisa bertemu siapapun. Alasan tersebut terus terngiang di benak Albi setiap kali pembicaraan tentang orangtuanya di bicarakan. Orangtuanya hanya tahu tentang mengirim uang bulanan ke Albi lalu tidak peduli lagi. Meski Albi terlihat begitu ceria dari luar, hatinya telah sakit, sakit karena kesendirian dan ketidakpedulian.
            Setelah Albi pergi, eyang mengetahui Cheri tidak mengerti apapun yang terjadi di dalam hidup Albi. Eyang juga tidak mau menceritakan hal tersebut kepada Cheri. ia inign Cheri mengetahuinya langsung dari mulut Albi. “Nanti kamu juga mengerti,” ucap eyang sambil mengelus tangan Cheri. “Eyang titip Albi yah, Cheri.”
            Cheri mengangguk. Meskipun Cheri tidak mengetahui yang terjadi, tapi ia memiliki firasat bahwa Albi punya masalah dengan keluarganya. “Iya yang. Insya Allah.” Keraguan itu muncul. Keraguan untuk melanjuti pernikahan ini. Cheri ragu, ragu akan semuanya. “Hmm Lana, wajar gak sih, kalau gw ngerasa, hmm tinggal sama orang asing?” keraguan Cheri beralasan. Dia belum pernah melihat, bertemu, kenal dengan orangtua Albi. Bahkan di pernikahannya, sang mertua tidak terlihat hadir. Cheri juga sama sekali tidak tahu tentang Albi. Dia dari mana, lahir kapan, sukanya apa, dan lain-lain. Yang Cheri tahu hanya Albi kuliah dimana dan jurusan apa.
            “Cari tahulah. Harus ada komunikasi diantara lo sama dia. Gw tahu lo anaknya diem sama orang yang gak terlalu deket, tapi kan dia bakal tinggal sama lo dalam jangka waktu yang… nobody knows.” Kirana tidak akan setenang ini jika ia tidak mengetahui apapun tentang Albi. Ia pasti sudah terlebih dahulu mencari semua info tentang Albi. Tidak mungkin ia rela memberikan sahabatnya ke tangan orang yang salah.    “Speak up yah, Cher. Coba terbuka, sedikit demi sedikit. Ya suka gak suka…. Dia yang bakal selau di sisi lo.”
            Cheri mengangguk dan menyimpan semua ucapan Kirana di otaknya. PR yang sangat berat bagi Cheri untuk terbuka akan apa yang ada di benaknya kepada orang yang ia tidak kenal. Selama ini hanya Kirana dan sang bundalah tempat ia mencurahkan apa yang ada di benaknya. Terkadang ia hanya memendamnya seorang diri. Entah ia apakah Cheri bisa melakukan itu atau tidak.
            “Kalau lo bilang, Albi pasti ngasih tau kok.” Kirana memikirkan sebuah kata-kata yang tepat untuk sahabatnya. Kata-kata yang bisa membuatnya berani untuk membuka dirinya dengan lingkungan baru yang mendadak ia dapatkan dan akan selalu ada di sekitarnya dalam waktu yang lama. “Dia ngerasa punya tanggung jawab sama lo. Itu nilai plus banget loh, Cher. Liat deh apa yang kurang dari Albi? Kalau lo nanya ke gwya gak pas. Masih jauh baikan Bagas.”
            Mapan, dewasa, mandiri, pintar, good looking, ramah, peduli sama orang lain, dan bertanggung jawab. Yah, Cheri tidak menemukan kekurangan dari Albi, untuk saat ini. Karena ia belum tahu Albi yang sebenarnya. “Percaya gak percaya Cher, meskipun gw kesel sama dia, tapi karena satu dan lain hal,  dia nunjukin sesuatu ke gw…”Kirana kembali terdiam, kembali mencari kata-kata yang pas untuk mendeskripsikan apa yang ia mau katakan.
            “Apa yah? past belong to the past. That’s all. Nanti lo juga tau kenapa gw bisa menempatkan diri gw unuk membiarkan puing-puing masa lalu dan move on untuk hari ini dan besok dan seterusnya.” Kirana langsung tertawa terbahak-bahak setelah menyelesaikan perkataannya. Ia baru sadar bagaimana dirinya sok bijak mengatakan hal-hal seperti itu ke Cheri. Tapi Cheri dengan jelas menangkan maksud ucapan Kirana.


..............

No comments:

Post a Comment