5
ICE LOVE
“People come into our lives for a reason – Wicked.”
Cheri duduk di balkon kamarnya. Ia tertawa setiap mengingat kejadian minggu lalu bersama Albi di kedai kopi. Wajah Albi yang amat lucu sellau membuatnya tertawa. Tapi kemudian tawa itu hilang ketika ia mengingat kejadian sebelumnya, ketika ia melihat Albi bersama Lesy. Alasan mengapa ia tiba-tiba menghilang di mall tersebut dan memutuskan untuk membeli secangkir kopi seorang diri. Termenung lagi. Handphonenya tiba-tiba berbunyi, sebuah telfon masuk. Cheri mengambil hpnya dan mendapati Bagas yang menelfonnya. Bagas menceritakan kalau sudah lama ini ia bertengkar dengan Kirana. Kirana tidak mau mengangkat telfon ketika Bagas menelfonnya, tidak membalas sms, sama sekali tidak mau bertemu Bagas.
Cheripun membantu Bagas agar ia dan Kirana berbaikan lagi. Cheri kemudian mengajak Kirana untuk main ice skating di sebuah mall di Jakarta. Cheri menjemput Kirana dan tidak memberitahunya kalau Bagas juga akan bermain bersama mereka berdua. Cheri sangat tau bagaiman membuat kedua sahabatnya berbaikan kembali. Kirana tidak bisa main ice skating, sedangkan Bagas sangat ahli. Mereka bertiga bertemu di atas ice rink. Kirana lekas pergi ketika melihat Bagas. Tapi karena ia tidak bisa bermain ice skate, ia pun terjatuh. Bagas lekas membantunya berdiri.
“Baikan gih sana,” ucap Cheri sambil membantu Bagas menolong Kirana.
“Thanks ya, Cher. You’re the best.” Cheri meninggalkan mereka berdua. Dari jauh ia melihat Kirana yang sudah terlihat moodnya membaik ke Bagas.
Cheri meluncur dengan sepatu ice skatenya kea rah pintu keluar dari ice rink dan ia bertemu Albi di pintu tersebut. Keduanya tampak kaget ketika melihat satu sama lain. Albi yang tidak bisa bermain ice skate menampakkan kakinya diatas es dan langsung terjatuh tepat di depan Cheri. Cheri tertawa kemudian meluncur mendekati Albi yang masih tergeletak diatas es. Tapi Cheri tidak jadi menolongnya. Lesy tiba-tiba muncul. Melihat Albi yang jatuh, ia lekas menolong Albi berdiri.
Lesy memegangi Albi yang sudah dapat berdiri tegap di atas es. “Are you okay?” tanyanya.
“I’m good. Udah lama gak main, jadi canggung, hahaha.”
Lesy tidak menyadari Cheri yang berdiri di sampingnya. Memang Cheri tidak begitu dekat dengan Lesy, tapi Albi dapat melihat Cheri dengan jelas. Lesy mulai berjalan sambil membantu Albi berjalan juga. Lesy sudah lancar bermain ice skate dan dengan mudah menolong Albi yang masih belum lancar. Mereka berdua menjauh dari Cheri. Sesekali Albi menoleh ke belakang, untuk melihat Cheri. Setiap kali ia menoleh, ia masih mendapati Cheri berdiri di posisinya, tanpa berpindah, dan menunuduk. Albi mulai menjauh, cukup jauh dari Cheri. Dan ketika ia menoleh ke belakang, “Cheri kemana?”
“Kenapa Bi?” tanya Lesy ketika mendengar sayup-sayup ucapan Albi. Albi menggeleng samba tetap menjaga keseimbangannya.
Sudah hampir putaran ketiga, tapi Albi masih tidak melihat sosok Cheri. Ia malah bertemu dengan Kirana dan Bagas. Lesy meninggalkan Albi di pinggir sendirian. Albi sudah bisa pelan-pelan meluncur sendiri. Albi tetap mencari Cheri, tapi nihil. Ketika Bagas lewat di depannya, Albi lekas memanggilnya dan mengajaknya mengobrol sebentar di pinggir ice rink.
“Oh Cheri? Tadi ada kok. Kayaknya lagi duduk-duduk deh. Kenapa? Kangen? Hahaha. deketin dong bro, kalo emang suka.” Bagas menepuk pundak Albi, “don’t lie to your heart bro.” Bagas meluncur di atas es dan meninggalkan Albi. Setelah sekian lama mencari, akhirnya jauh di depan matanya, ia melihat Cheri berjalan memasuki ice rink. Cheri menoleh ke kanan-kiri sebelum akhirnya meluncur di atas ice rink.
Albi lekas meluncur mendekati Cheri. Tapi Cheri begitu cepat, Albi tidak dapat mengejarnya. Ia pun berhenti sejenak, dan tiba-tiba Cheri meluncur melewatinya. “Cheri!!” teriak Albi. Entah suaranya terdengar atau tidak oleh Cheri, karena suasana yang ramai. Cheri berhenti, ketika mendengar sayup-sayup suara yang memanggilnya. Ia berbalik badan dan menemukan Albi sedang melambai ke arahnya. Albi memberikan insial agar Cheri menunggunya dengan gerakan tangan.
Albi meluncur dengan sangat hati-hati kea rah Cheri. Ketika hampir meraih tangan Cheri yang diulurkan ke arahnya, tiba-tiba Lesy jatuh tepat di sampingnya. Terpaksa Albi membantu Lesy berdiri. Tapi kemudian kedua terjatuh karena Albi yang tidak bisa menjaga keseimbangan. Keduanya dibantu berdiri oleh Bagas dan Kirana yang tidak sengaja melewati keduanya. Cheri juga membantu, tidak mungkin ia hanya diam melihat orang yang dikenalnya terjatuh.
“Kamu Cheri kan? pacarnya Abang?” ucap Lesy setelah berhasi berdiri atas bantuan Cheri.
“Bukan pacarnya Abang, mantan. Udah lama banget putusnya.” Kirana memperjelas. Lesy mengangguk-angguk. Bagas menyadari kesempatan bagus untuk Albi. Tapi ia sadar Lesy mengganggu semuanya. Bagas lekas menarik Kirana dan Lesy meluncur di atas es dan meninggalkan Albi berdua dengan Cheri.
Cheri dan Albi meluncur dengan speed pelan berdampingan. Cheri memperlambat luncurannya menyamai Albi. Walaupun Albi sudah bisa, tetapi ia belum mahir sehingga ia tidak berani untuk bermain ice skating kencang-kencang. Bagas beberapa kali melewati mereka berdua dan memberikan insial ke Albi untuk bertindak. Tapi Albi tidak bertindak apapun. Keduanya hanya meluncur bersama, tanpa berkata apapun. Sunyi untuk kesekian kali.
Bagas yang menyadari Albi tidak move on ke Cheri akhirnya bertindak. Dengan sengaja ia lewat di samping Albi dan mengagetinya. Cheri dengan reflek memegangi tangan Albi ketika Albi hampir terjatuh. “Akhirnya. Emang gw jagonya.” Ucap Bagas ketika melihat adegan Albi dan Cheri dari kejauhan.
Albi kembali berdiri atas bantuan Cheri. Cheri kemudian memulai meluncur lagi, tapi Albi tidak meluncur bersamanya. Ia berhenti, menoleh kea rah Albi. “Gw takut jatoh lagi Cher, udahan ah.” Ucap Albi.
“Hahaha, sama es aja takut.” Cheri merasa sangat senang Albi ada di sampingnya. Cheri mendekati Albi. Cheri mencoba mendorong Albi dari belakang agar Albi kembali berjalan. Ya, ia berhasil membuat Albi berjalan lagi di atas es. Albi hanya tertawa melihat kelakuan Cheri kepadanya. Albi mencoba memberhentikan badannya, tapi Cheri cukup kuat mendorongnya. Albi berbalik badan dan seketika menggenggam kedua tangan Cheri yang tadi mendorong punggungnya.
“I think I love you, Cheri.” Albi menatap mata Cheri dan merasakan tangannya yang amat dingin. “Seandainya gw bisa ngomong itu,” ucapnya dalam hati. “Buset, tangan lo dingin banget Cher,” ucap Albi kepada Cheri. Kata-kata itu yang dapat keluar dari mulutnya, tidak sesuai dengan apa yang ia mau katakan. Albi belum punya keberanian untuk mengatakan perasaannya ke Cheri. Ia belum siap menentukan perasaannya kepada Cheri.
Cheri lekas melepaskan tangannya dari genggaman Albi ketika Lesy tiba-tiba muncul di dekatnnya. Lesy tidak melihat Albi menggenggam tangan Cheri. “Cheri, Albi, udahan yuk. Diajakin makan tuh sama Kirana. Yuk!” Lesy menarik tangan Albi dan meluncur bersama kea rah pintu keluar dari ice rink. Cheri mengikutinya dari belakang.
Tak jarang Lesy memperlihatkan perhatiannya ke Albi ketika makan bersama Cheri, Kirana, dan Bagas. Cheri yang duduk di depan Albi dapat dengan jelas melihat kemesraan Lesy dan Albi. Bagas pun dapat melihatnya dan ia hanya dapat menggelengkan kepalanya. Lesy menyuapi Albi, mengelap sisa makanan di mulutnya dengan tisu, dan lain-lain. Bagas mulai tidak nyaman melihat kemesraan Lesy ke Albi. “Kamu kenapa, yang?” Kirana menyadari Bagas gelisah tiba-tiba.
Bagas langsung mencari ide supaya Lesy gak berbuat centil ke Albi. “Gak kenapa-napa, yang. Sakit perut aja.” Bagas masih belum mendapatkan ide tersebut. Ia menendang kaki Albi, untuk berhenti mesra-mesraan dengan Lesy. Dan menunjuk Cheri dengan lirikan matanya.
“Lesy pacarnya Albi ya? Sejak kapan? Aku sama Bagas yang udah pacaran 4 tahun jarang loh PDA.” Mendengar ucapan Kirana yang bernada sinis ke Lesy membuat Bagas langsung mengacungkan jempol ke arah pacaranya tersebut, tetapi kemudian menurunkan tangannya karena tidak ada yang tahu maksudnya mengacungkan jempolnya ke Kirana. Mungkin hanya ia saja yang tahu.
“Hah? Aku sama Albi? Enggak lah.” Jawab Lesy atas pertanyaan Kirana.
Bagas lekas membalas ucapan Lesy yang masih ngambang, “enggak apa nih? Enggak pacaran apa enggak PDA? Artinya beda loh, Les.”
Lesy tertawa kecil mendengar pertanyaan Bagas. Ia tidak menyangka akan mendegar itu dari mulut Bagas. “Enggak apa ya? Jadi bingung. Tanya aja sama Albinya.” Bagas langsung menendang kaki Albi dan melotot kearahnya. Albi bingung harus berkata apa. Albi melihat ke arah Cheri yang terlihat menunggu jawabannya Albi.
“Santai aja, Bi. Mau mesra-mesraan tapi gak pacaran juga silahkan. Itu kan hak kalian. Gak mau ngaku pacaran juga sah-sah aja.” Ucap Kirana yang sudah tidak sabar menunggu jawaban Albi. Albi tersenyum sambil menganggukan kepala. “Cheri sama Abang juga kadang-kadang mesra, terus gw fine-fine aja. Ya gak, Cher?”
Cheri langsung menggelengkan kepala. “Siapa mesra? Ngasal deh.” Cheri mencoba mengganti topic pembicaraan yang sudah mulai membahas kedekatannya dengan Abang. “Lesy tinggal dimana?”
“Di deket-deket sini kok.” Jawab Lesy. Bagas langsung menemukan titik cerah, sebuah ide untuk membantu Albi mendekati Cheri. Bagas mulai menjalankan rencannanya. Ia akan memberikan tumpangan ke Lesy, sehingga Albi dengan leluasa dapat mengantarkan Cheri pulang, berdua saja. Kirana akan ikut bersamanya. Untung saja, Kirana dan Cheri pergi ke mall tersebut menggunakan taxi. Kalau tidak, rencannaya tidak mungkin akan berhasil.
Lesy setuju untuk pulang bersama Bagas dan Kirana, Kirana juga tidak keberatan. “Cheri bareng kita kan?” tanya Kirana ketika menunggu lift.
Bagas langsung menjawab pertanyaan Kirana agar rencananya berjalan mulus. “Eh yang, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat dulu. jadi kalau Cheri ikut kita, nanti kasian dia kemaleman. Di cariin deh sama si om.” Kirana merespon baik ucapan Bagas. Bagas yakin rencannya kali ini akan berhasil. “Cheri pulang sama Albi aja. Kan searah tuh. Bisa kan Bi gw titip Cheri?”
“Bisa kok. Tapi gw parkirnya gak disini.” Mereka pun akhirnya berpisah. Bagas, Kirana, dan Lesy memasuki lift dan turun ke P2. Sedangkan Cheri dan Albi berjalan menuju parkiran motor. Ya, Albi sedang senang mengendarai motor akhir-akhir ini, karena mobilnya sedang masuk bengkel. Kerusakan mesin. Jam sudah menunjukan pukul 21.30 WIB. Albi dan Cheri sudah ada di depan motornya Albi. Tapi ada satu masalah yang Bagas tidak pikirkan. “gw gak bawa jaket 2, cuman helm. Gimana dong, Cher? Kan udah malem.”
Mengetahui hal tersebut, Cheri berharap Albi meminjamkannya jaket karena ia perempuan, tapi Cheri berpikir dua kali. Angin akan lebih menghembus kencang ke arah Albi. Pengguna motor yang tidak memakai jaket di malam hari bisa bahaya bagi dadanya, paru-parunya. “Lo aja yang make. Gw kan pake cardigan.”
“Tapi kan itu cardigan, gak tebel. Angin malem loh.” Albi begitu menyemaskan kesehatan Cheri. Dan ia mulai menyalahkan Bagas. Kalau Cheri sampai di rumah masuk angin, Bagas adalah orang yang pertama akan ia salahkan. Cheri menggeleng, menolak jaket Albi. “Yaudah, gw gak ngebut deh. Tapi lo nyampenya jadi lama, gak apa-apa?” Cheri mengangguk. Tanpa mereka sadari, keduanya saling mencemaskan kesehatan satu sama lain. Tanpa mereka sadari, keduanya sudah saling peduli.
Motor mulai berjalan meninggalkan area parkir. Cheri berpegangan dengan besi yang ada di samping kursi motor. Tidak mungkin ia berpegangan dengan Albi. Belum setengah perjalanan, Albi mendengar Cheri sudah bersin beberapa kali. Ia mengendari motornya dengan speed yang tidak terlalu kencang, tapi Cheri sudah bersin-bersin. Albi menepi di pompa bensin. Ia melepaskan tangannya dari stang motor, membuka kaca helm, dan menurunkan resleting jaketnya. Ia turun dari motor, mencopot jaketnya, sedangkan Cheri masih duduk diatas motor sambil bersin-bersin.
Albi mengulurkan jaketnya ke Cheri, tapi Cheri menolaknya. “Ntar paru-paru basah, Bi.” Cheri menutup hidungnya, supaya tidak bersin lagi. “Udah gak bersin kan?” Cheri tersenyum ke arah Albi yang masih mengulurkan jaketnya. Albi berjalan ke belakang motor dan memakaikan jaketnya ke Cheri. Ia memasukan tangan kanan Cheri ke lengan kanan jaketnya, dan kemudian yang kiri. Setelah Cheri sudah memakai jaketnya, Albi kemudian menutup kaca helmnya, dan menaiki kembali motornya.
“Cowo apaan gw kalau ngebiarin lo kedinginan,” ucap Albi. Cheri tidak mendengarnya karena suara Albi yang terhalang oleh helm.
Cheri meresleting jaketnya. “Terus gara-gara gw, lo sakit? Emang gw siapa lo, Bi?” ucap Cheri di dalam hatinya.
Albi sadar Cheri tidak nyaman memakain jaketnya karena ia tidak memakai jaket. Ia menoleh ke belakang, membuka kaca helmnya dan berkata ke Cheri, “enak kan pake jaket? Gak usah sok kuat, Cher. Lo kan perempuan.” Albi masih melihat muka Cheri yang masih tidak nyaman mengenakan jaket miliknya. Albi memikirkan sesuatu, “Lo pegangan ke gw yah, biar gak jatoh.” Cheri mengangguk. Ia tau posisinya saat itu menumpang sama Albi, dan meminjam jaketnya. Jadi sebisa mungkin Cheri tidak menambah kerepotannya Albi dengan menuruti ucapannya.
Motor berjalan dan Cheri memegang kaos yang dikenakan Albi. Albi mengetahuinya dan tertawa pelan. Albi melapskan tangan kirinya dari stang motor dan memegang tangan kiri Cheri yang menarik kaosnya. Ia pindahkan tangan kiri Cheri melingkari perutnya, kemudian tangan kanannya. Ketika kedua tangan Cheri telah berpegangan denga badannya, Albi baru melanjuti mengendari motor dengan kedua tangannya. “Walaupun ini dingin banget, tapi lo meluk gw dari belakang udah cukup menghangatkan, Cher.” Ucapnya dalam hati.
Cheri menempelkan kepalanya yang tertutup helm di punggung Albi. Ia merasa sangat nyaman memeluk Albi yang bukan siapa-siapanya. “Kenapa jadi kayak gini? Salah gak yah gw ngelakuin ini?” pertanyaan itu melintas di benak Cheri. Jantung Cheri berdetak begitu cepat. Terkadang pikirannya kosong, dan pada saat itu ia benar-benar merasa nyaman di dekat Albi.
“Gw yakin gw suka sama lo, Cher. Tapi apa mungkin gw bisa nandingin orang yang lo suka? Apa mungkin gw bsia dapetin lo? Apa mungkin, lo bisa lupain gebetan lo itu dan suka sama gw? Kenapa gw ngerasa lo jauh banget yah Cher, padahal lo tepat di belakang gw, meluk gw. apa ini bertanda, kalau lo gak punya perasaan apa-apa ke gw?” Albi terus berkata di dalam hatinya. Dalam waktu yang bersamaan, ia mersakan dua perasaan yang bertolak belakang. Di satu sisi, ia begitu bahagia bisa berdua bersama Cheri, tapi di sisi lain ia takut, takut Cheri tidak punya perasaan yang sama dengannya. Sesampainya di rumah Cheri, semuanya akan berkahir. Albi pernah menolak untuk dijodohkan dengan Cheri, sehingga rasa ragu itu muncul terus. Ragu untuk menyukai Cheri, ragu untuk berani melangkah mendapatkannya.
“Can I……stop the time? So I don’t have to think what will happen after this.”
..................